Taspunggung Story (bagian 3) – Touchdown Saigon

Hari masih pagi ketika saya dan Radith berpamitan dgn tuan rumah yang tak lain adalah om saya yang tinggal di Jalan Raya Bogor. Kami sengaja berangkat agak pagi, mencari makan siang di pusat kota dan dengan nyaman pergi ke bandara mengejar pesawat kami pukul 4 sore tanpa perlu mengkalkulasi waktu terlalu mepet untuk urusan transportasi di Jakarta yang tidak pernah bisa diduga itu.

Baju (checked), Dokumen perjalanan (checked), Rokok 6 bungkus (checked), Handuk (uncheck), Nah kan, sekali lagi handuk selalu ketinggalan..Kamipun mampir indomaret untuk membeli handuk merah ngejreng itu yang akan saya bawa selama perjalanan setengah bulan menjelajahi Indochina. Oke, 19 ribu layak lah untuk mengeringkan badan walau kemudian pada akhirnya saya tahu serabut-serabut merah dari handuk itu bakal nempel di badan setelah itu…

Lanjut ke Pasar rebo, kami berjalan membeli tiket busway dan ke Blok M dengan ngalang dulu via cililitan – MT Haryono. Bus Damri yang membawa kami saya pilih dari Blok M karena armadanya paling banyak dan paling dapat diperkirakan waktu tempuhnya: 90 menit!

Pukul 1 ternyata saya dan Radith sudah sampai di Bandara dan seperti halnya lelaki sejati, kami menyempatkan menghisap cerutu sebelum pramugari menangkap kami karena merokok di dalam toilet pesawat.

Satu demi satu teman-teman seperjalanan kami datang. Rata-rata kami mengenal mereka hanya dari chat, email, ataupun teleponan sebelum berangkat.

“Halo, nunggu dimana kalian?” itu telefon dari Lia yang kemudian saya liat sosoknya datang dari bus Damri Pasar Minggu. Oh, orait…miss Pink datang dengan keceriannya yang kemudian jadi trademarknya hingga hari ini. Saya menyambutnya dengan nggak lupa pakai kacamata hitam. Celana legging pink, jaket pink dan tas pink memang glowing dan jadi cukup silau siang itu.

Kemudian 3 sosok bersama sama datang, okay, yang ini Jos dan kedua temannya sudah saya kenal sebelumnya dari kopi darat di Yogyakarta. Mereka cukup casual dengan penampilannya yg memang bergaya backpack sesungguhnya. Satu gondrong besar, satu bermuka kalem dan satu lagi cukup polos tanpa banyak bicara…

Sepuluh menit kemudian, Wisnu datang dan langsung mengenali kerumunan kita di terminal 3 Soekarno Hatta. Haha-hihi kami memang cukup menarik perhatian diantara orang-orang yg muram dan lemas menunggu pesawat yg mungkin delay. Yang ini memang sudah rajanya ngetrip ke luar negeri terlihat dari gayanya bercelana bermuda, topi dan kaos garis-garis dengan sedikit sekali bawaan, tidak seperti kami yang membawa ransel berukuran besar.

Nah, ketujuh orang itu yang akan berangkat dalam satu pesawat. Dua orang akan menyusul dari batam, satu dari Kuala Lumpur, satu lagi bertemu di Kamboja, satu lagi di bangkok dan satu lagi menyusul di hari berikutnya.

Setelah check in dan masuk ke imigrasi, kami menunggu dengan heboh, berfoto-foto di gate,mengeluarkan suara cukup berisik dan membuat banyak orang menoleh ke rombongan bak anak SD yang akan berwisata ke Ragunan itu. Satu kata saat itu: SERU!!

Pukul 16 lebih empat puluh menit kami sudah berada di dalam pesawat dan memang duduk kami terpisah-pisah karena kebetulan memang tiket pesawat kami booking sendiri sendiri. Tidak sampai satu jam kemudian sebagian dari kami sudah tertidur pulas dan membiarkan pilot dari malaysia itu membawa kami ke tujuan kota pertama trip Indochina: Saigon.

Jam menunjukkan hampir pukul 20 ketika kelap kelip lampu landasan bandara Than Son Nhat di Saigon sudah terlihat. Mata-mata yang sudah terpejam kembali lebar dengan penuh ekspektasi perjalanan panjang kami selama dua minggu menjelajah dari Saigon ke Singapore. Ya, tas punggung bermula dari perjalanan ini ketika kemudian satu persatu orang datang dan pergi membawa warna baru di grup blackberry yang kemudian superduper menghabiskan baterai ini.

Sudah pukul delapan di Saigon. Sebenarnya sama dengan waktu jakarta, tetapi di bandara ini saya merasa waktu sudah larut malam walau hiruk pikuk bandara masih kentara. Sepuluh menit kemudian kami sudah berada di taxi, dengan haha hihinya menikmati kemacetan kota Saigon untuk menuju ke hotel. Sekitar 45 menit perjalanan dari bandara ke distrik satu tempat berkumpulnya turis turis mancanegara yang ingin menikmati kota saigon ini.

Kami menghambur keluar dari penuh sesaknya taxi innova yang kami naiki. 110.000 VND ditambah 30.000 VND untuk tips kami bagi rata untuk membayar taxi. Kemudian semua berekspresi polos melihat jedag jedugnya kota Saigon di tempat kami turun. Buffalo bar yang rame di ujung jalan membuat keriuhan tersendiri dan menarik perhatian beberapa dari kami. Radith dengan ekspresi polosnya loncat loncat kegirangan seperti napi keluar dari penjara, dan beberapa yang lain segera menyebar untuk melihat sekeliling….Lupa mereka, hotelnya belum ketemu letaknya dimana *sigh*

Benar, setelah bisikan dari malaikat, kami baru sadar kalo kami capek, membawa tas bawaan barang untuk dua minggu trip akhirnya kami memprioritaskan mencari hotel yang ternyata di Pam Nghu Lao. Jalan ini relatif lebih sepi daripada bui vien yang penuh dengan botol-botol bir dan musik-musik techno-trance yang memekakkan telinga.

Setelah akhirnya bertemu dengan hotel, eh hostel maksudnya, kami segera cek in dan melongo melihat kamar di lantai empat tanpa lift, dengan barang bawaan yang lebih dari tuju kilo itu…Pelan dan pasti, akhirnya kami sumringah melihat kamar mungil enam bed yang berisi enam orang, saya, lia, arif, wisnu, radith, dan bakal calon bed untuk amie yang bakal datang besoknya karena harus memenuhi panggilan meeting dari bosnya di hari selasa siang….

Mula mula radith…lagi lagi radith, sudah haha hihi membayangkan apa yang bakal dia lihat di Saigon *mendadak jidatnya klimis dan berkilauan*, Arif dan Wisnu yang selalu rapi, Lia yang langsung membuat sarangnya, dengan kabel-kabel elektroniknya, dan saya sendiri langsung mandi setelah perjalanan yang melelahkan itu. Malamnya akhirnya kami ketemu Mas Budi dan Mba Yusni yang ternyata sudah sampai duluan di kamar yang kebetulan berdekatan dengan kami…Sementara ketiga bersaudara George memilih hotel yang jauh lebih bagus daripada kami di Bui Vien tidak lagi terdengar kabarnya. Dan akhirnya kami menghambur keluar lagi menjadi satu dengan ribuan orang di Bui Vien menikmati malam pertama perjalanan tas punggung di Saigon

2 responses to “Taspunggung Story (bagian 3) – Touchdown Saigon

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s