Ratusan tahun yang lalu, orang Bugis terkenal keahliannya mereka dalam menaklukan laut. Kepiawaiannya bahkan sering disamakan dengan Bangsa Viking dari Denmark yang terkenal di seluruh Jagad itu. Dengan Perahu Pinisi konon pertama kali digunakan oleh Putra Mahkota Kerajaan Luwu, Sawerigading untuk berlayar ke negeri Cina demi meminang putri Tiongkok.Pinisinya yang masih sangat legendaris hingga hari ini, mereka menciptakan inspirasi bagi lagu Nenek Moyangku Seorang Pelaut yang bagi generasi 80’an telah sangat melekat di kepala. Dan mungkin untuk sebagian dari kita akan terkejut bahwa Pinisi masih dibuat hingga hari ini di banyak titik di daerah yang dulu menjadi pusat kebudayaan Bugis di Bumi La Galigo.

calon calon pelaut ulung dari tanah bugis dan makassar
Melanjutkan perjalanan dari Tanjung Bira, saya mendapat informasi bahwa beberapa titik pembuatan perahu Pinisi di Sulawesi Selatan sedang mengerjakan konstruksi kapal berukuran besar. Kabupaten Bulukumba kemudian menjadi jawara lokasi pembuatan perahu pinisi di Sulawesi Selatan. Dijuluki Butta Panrita Lopi atau tanah tempat lahirnya perahu, Bulukumba telah menjadi pengekspor kapal yang dua puluh tahun yang lalu sudah mengarungi seluruh bola dunia melalui sebuah misi persahabatan.
Uniknya lagi, di era serba mekanisasi seperti hari ini, perajin perahu pinisi masih menggunakan metode tradisional dengan palu dan tatah untuk membuat perahu ini. Penggunaan kayu tertentu dengan sambungan yang rapat menjadi ciri khas kepiawaian jenis perahu ini sehingga semakin lama terendam dalam air justru menjadi semakin rapat sambungannya.

Bagian dalam lambung kapal ketika dirakit
Saya melihat sendiri pengerjaan perahu yang berukuran besar dikerjakan satu demi satu bagian dengan kayu yang didatangkan dari berbagai daerah. Keindahan detailnya membuat perahu khas Bugis dan Makassar ini hingga saat ini dipesan oleh banyak negara untuk tujuan estetika. Saat ini pembuatan perahu ini ada di beberapa titik yang volume pekerjaannya cukup besar. Salah satunya di Tanah Beru, Bontobahari, Bulukumba yang menjadi pusatnya.
Setelah pembuatan perahu selesai, maka akan ada upacara adat untuk meresmikan dengan pemotongan hewan kurban baik itu kambing maupun sapi yang kemudian bagian kaki dari hewan kurban tersebut akan digantung di anjungan dan buritan untuk menandai sudah dilakukan syukuran atas selesainya perahu yang dibuat.

Serpihan Kayu dimana mana
Sayang sekali daerah di sekitar pembuatan kapal serpihan kayu sampai balok-balok besar sisa pekerjaan membuat pantai yang indah menjadi tumpukan kayu yang mengurangi keindahan Pantai di Beru tersebut.

courtesy dari http://www.boatbuildingindonesia.com
Limbah kayunya belum dimanfaatkan oleh warga sebagai bahan kerajinan tangan ya? Serutan kayunya bisa berfungsi sebagai pupuk jika diolah dengan benar. Mudah-mudahan ada pihak yang jeli lihat keunggulan dari limbah kayu phinisi di sana agar alamnya ikut terjaga. Fix mupeng! 😀
ketoke kegedean limbahnya bro…mending buang ke laut ajeh haha
Sungguh sebuah karya tradisional yang agung dari orang-orang Bulukumba. Konon sambungan sambungan kayi tidak menggunakan Paku besi tetapi paku kayu yang dibuat hanya untuk Kapal Pinisi
keren ya indonesia…