How to Understand Shanghai

mtf_QQimx_880

Pagi itu saya naik bus dari Shuyang, sebuah kota kecil sekitar 600 km di sebelah Utara Shanghai, setara Yogyakarta sampai ke Jakarta. Tapi perjalanan lancar saya itu tidak membutuhkan 15 jam seperti halnya ketika saya naik bus dari Yogya ke Jakarta, tetapi cukup 6 Jam saja. Sepanjang jalan tol yang saya lewati, saya hanya melihat kota-kota superbesar dengan gedung-gedungnya yang menyenggol awan. Pukul 10 bus bergerak dari Shuyang dan pukul empat sore bus kemudian tiba di central bus station di Shanghai.

Saya takjub melihat bagimana bangsa China membangun. Jika terlihat dari atas, seluruh wilayah kekuasaan China terlihat seperti ayam mengeram menghadap ke belahan Timur. Nah, Shanghai seolah-olah ada di bagian perutnya yang mengolah apapun yang masuk ke China menjadi sesuatu yang berguna. Karena kepercayaan itulah Shanghai dipercaya menjadi tempat yang baik untuk kegiatan ekonomi, memekarkan kota ini menjadi sedemikian besar hingga taji taji kotanya telah nampak hingga lebih dari 100 kilometer dari pusat kotanya. Gedung bermekaran memecah-mecah langit dan penduduk tampak cepat sekali bergerak kesana kemari diantara suhu dingin yang membekukan kulit.

Tiba di central bus station, saya berjalan ke bangunan besar dengan ruangan luas di basementnya yang ternyata nyambung ke metro subway stationnya. Menurut google map, saya harus naik MRT dulu ke Renmin Square metro subway station dimana saya kemudian pindah ke Line 2 yang menghubungkan dua airport di Shanghai yaitu Hongqiao di timur dan Pudong di Barat. Kebetulan saya sudah membooking hotel di daerah the Bund yang hanya selemparan batu ke spot turis paling terkenal di Shanghai: Sungai Huangpu.

Sungai Huangpu membelah Kota Shanghai menjadi dua bagian, Fusi dan Pudong. Daerah di pusat kota Shanghai dipercaya membawa keberuntungan karena Sungai Huangpu ini membentuk huruf S yang jika dilingkari akan menyerupai lambang Yin dan Yang yang bagi bangsa China merupakan lambang keharmonisan

Fusi dan Pudong

Fusi

Fusi adalah daerah asli dari kota Shanghai di masa lalu. Area ini merupakan area yang telah padat penduduk selama ratusan tahun. Kapal-kapal besar berlayar dan berlabuh di sekitaran tempat ramai yang saat ini dikenal sebagai the Bund. Fusi menyerupai tipikal kota lama yang padat, hiruk pikuk dan tetap dibiarkan sebagaimana aslinya seperti sebelumnya. Bangunan-bangunan kuno di pinggiran Sungai Huangpu masih tetap dilestarikan dan bahkan menjadi Paris-nya China dengan butik-butik maupun hotel mewah bertebaran disini.

Salah satu sudut the Bund

Salah satu sudut the Bund

Salah satu perempatannya

Salah satu perempatannya

Bangunan bergaya eropa di the Bund

Bangunan bergaya eropa di the Bund

Saya menginap di Dock Bund Hostel di Xianggang rd. Hostel ini saya pilih karena terletak paling dekat dengan sungai Huangpu dimana saya bisa melihat keindahan metropolis dari Kota Shanghai. Benar pilihan saya, hanya lima menit jalan kaki saya sudah sampai di jajaran gedung kuno the Bund yang langsung menghadap ke sungai Huangpu. Dingin menusuk tulang memang terasa sekali ketika saya berjalan di tepian sungai yang berangin kencang dan suhu minus dua derajat celcius.

IMG_9618

the Bund Riverfront

Daerah Fusi lebih menarik dikunjungi bagi saya. Lorong-lorong sempitnya mengingatkan saya pada Saigon di Vietnam seolah-olah kita diajak kembali ke masa puluhan tahun silam dimana daerah ini menjadi bandar perdagangan bangsa China sekaligus titik dimana interaksi antar bangsa terjadi.

Pudong

Pudong adalah cermin keberhasilan ekonomi bangsa China modern dimana di tempat yang dulunya adalah rawa-rawa basah kemudian disulap menjadi area ekonomi yang penuh dengan gedung pencakar langit. Kita melihat pudong dari beberapa landmark terkenal seperti Oriental Pearl Tower, Jin Mao Tower dan Gedung World Financial Center. Dari sisi Fusi, di sebelah barat Sungai Huangpu, seberang Area Pudong, pemandangan siang malam menjadi obyek wisata tersendiri dimana kita bisa duduk santai membaca buku sambil melihat kapal lalu lalang di depan kita.

Pudong dilihat dari sisi Fusi

Pudong dilihat dari sisi Fusi

Gedung-gedung yang rapat berdiri di Pudong

Gedung-gedung yang rapat berdiri di Pudong

Pudong di Malam Hari

Pudong di Malam Hari

MRT di Shanghai bertarif cukup mahal. Mulai dari 2 Yuan untuk jarak tempuh dua sampai tiga stasiun hingga sekitar 12 Yuan untuk jarak yang jauh. Hal itu membuat saya justru banyak berjalan kaki untuk melihat obyek-obyek yang ada di sekitaran Fusi dan hanya beberapa jam berada di Area Pudong. Beberapa line MRT dibangun untuk menghubungkan Pudong dan Fusi melalui tunnel bawah sungai Huangpu. Hebat!

Hari ketiga di Shanghai saya akhirnya menyempatkan untuk ke Pudong melihat ada apa disana. Pudong dipenuhi pusat perbelanjaan dan perkantoran berkelas. Beruntung saya berkenalan dengan seorang teman baru yang membawa saya masuk ke Jin Mao Tower untuk melihat panorama kota dari Lantai 41. Berdalih untuk meeting, kamipun dibiarkan oleh security untuk naik ke Lantai 41 dimana ada restoran dengan view yang cukup indah untuk melihat Shanghai dari ketinggian. Beberapa gedung pencakar langit mengharuskan pengunjung membayar 150 Yuan untuk naik ke atas dan sayapun bisa kesana gratis…

Oriental Pearl Tower dari Jin Mao Building

Oriental Pearl Tower dari Jin Mao Building

Ada cerita unik mengenai pentingnya falsafah kehidupan bagi bangsa China di area Pudong ini. Jika kita memperhatikan foto paling atas, ada sebuah gedung dengan lubang berbentuk trapesium di ketinggian. Gedung itu rupa-rupanya dibangun oleh Jepang yang menjadi musuh utama bangsa China. Tadinya gedung itu dibangun dengan lubang tidak berbentuk trapesium seperti yang kita lihat sekarang, tetapi dirancang akan berlobang berbentuk lingkaran. Bangunan itu juga jika dilihat dari sisi yang tepat akan menyerupai pedang samurai Jepang.

Samurai Jepang yang menjadi hotel  grand Hyatt

Samurai Jepang yang menjadi hotel grand Hyatt

Pemerintah Regional Shanghai kemudian menyadari bahwa Bangunan menyerupai samurai Jepang lengkap dengan lingkaran seperti halnya bendera jepang itu menghadap ke area Fusi yang menjadi sentral perekonomian selama berpuluh-puluh tahun bagi bangsa China. Pedang Samurai Jepang itu kemudian dipercaya merupakan usaha Jepang untuk merusak perekonomian bangsa China melalui ‘terbelah’nya Area Fusi oleh bangunan baru tersebut. Maka dari itu kemudian perusahaan Jepang yang membangun gedung itu diminta mengubah desain tidak berupa bangunan dengan lubang lingkaran di puncaknya dan mengubahnya menjadi bentuk lain yang akhirnya berupa trapesium.

Tidak selesai sampai disitu, Pemerintah China masih berusaha ‘meredam’ ‘kekuatan’ pedang Samurai Jepang itu dengan membangun gedung pencakar langit baru yang belum selesai hingga sekarang yaitu bangunan berupa sarung pedang berbentuk bulat tidak beraturan yang akan menjadi gedung tertinggi di Shanghai. Bangunan itu dipercaya mampu meredamnya dengan menyarungi Samurai itu..

Di area Pudong tidak banyak dijumpai atraksi menarik kecuali pemandangan gedung-gedung pencakar langit dalam bentuk unik. Setelah puas berkeliling di Area Pudong, sayapun segera kembali ke penginapan saya karena matahari sudah mulai tenggelam dan suhu pun drop kembali menjadi minus setelah berasa cukup hangat di siang hari.

*****

6 responses to “How to Understand Shanghai

  1. betul, tapi utk saya terlalu hiruk pikuk…kalo saran saya, ke shanghai dipaket ke hangzhou sekalian, kotanya jauh lebih tenang dan artistik

Leave a comment