Sebagai orang tropis seumur hidup, Jalan ke China di Bulan Desember lalu membuat saya shock akan dinginnya belahan bumi yang jauh dari garis edar matahari.
Akhirnya setelah menempuh perjalanan dari pukul 11.30 waktu Jakarta, saya sampai juga di ShuangLiu International Airport Chengdu pada pukul 22.50 malam hari. Perbedaan waktu dengan Indonesia hanya 1 jam lebih dulu (+8 GMT).
Pesawat saya yang mendarat di Bandara Shuangliu hampir tengah malam pun kesulitan mencari landasan karena kabut tebal menyelimuti bandara itu. Jarak pandang memang sangat terbatas sekali dan terpaan angin dingin pun langsung menyerang ketika saya turun dari pesawat. Setelah pesawat mendarat, ya!, saya heboh melihat sayap pesawat jadi berwarna putih. Tanpa sadar saya berbicara agak keras sambil berekspresi kegirangan (yang menurut saya lebai) karena seumur hidup baru sekali saya melihat salju dengan mata kepala sendiri.
Lima hari sebelum saya berangkat ke China, memang teman saya Andri dengan agak heboh menelepon saya, mengatakan bahwa province Sichuan dimana kota Chengdu menjadi ibukotanya, sedang dilanda badai salju hebat. Tayangan di televisi memang mengatakan demikian, tetapi Sichuan di sebelah mana dulu? Saya agak sangsi dengan berita tersebut karena letak lintang Chengdu yang di bagian selatan China di bulan Desember (katanya) tidak pernah ada salju hebat seperti itu.
Melanjutkan ke Imigrasi, ternyata tidak sesulit yang saya kira ketika sampai di border masuk wilayah china tersebut. Seperti banyak bandara lain, melewati imigrasi tidak ada pertanyaan dan bahkan di bagian check barang bawaan, ketika salah seorang petugas tahu saya orang Indonesia, mereka mempersilakan saya untuk duluan.
Kabut benar-benar menghalangi pandangan. Airport tampak tidak terlalu ramai jadinya. Dari sumber blog yang saya dapatkan, saya memperoleh informasi bahwa bus bandara hanya beroperasi sampai pukul 23.00 untuk menuju ke pusat kota. Karena hal tersebut, saya akhirnya membawa sleeping bag untuk sekedar tidur di airport hingga pagi. Lucky me, karena tebalnya kabut, banyak pesawat yang delay hingga pukul 2 dini hari. Hal itu menyebabkan beberapa bus bandara masih beroperasi untuk menunggu hingga pesawat terakhir.
Kami pun keluar dari bangunan bandara untuk mencoba mencari bus bandara yang ternyata tidak jauh dari pintu keluar arrival gate international. Berkat bantuan seorang ibu yang sebenarnya minim bahasa Inggris, kamipun mendapatkan info bahwa bus ini akan membawa kami ke terminal domestik dan berganti bus untuk menuju ke kota. Dengan membayar 10 yuan China, kami segera naik bus mikro yang cukup nyaman dilengkapi pemanas udara.
Sepanjang perjalanan ke kota yang memakan waktu sekitar satu jam, jalanan mulus dan gedung besar tampak remang-remang di balik kabut yang masih tebal. Walau sudah sekitar pukul dua malam jalanan masih ramai dan lampu kelap-kelip kota sepanjang jalan masih hidup menambah kemeriahan kota Chengdu malam itu.
Berhenti di Renmin East Road, pusat kota Chengdu kami turun bus dan disambut puluhan supir taxi dan tuktuk untuk berebut penumpang. Sekali lagi ibu-ibu warga Chengdu yang satu pesawat dengan kami ‘membebaskan’ kami dari tawanan supir-supir yang berebut penumpang itu. Kami dibawa pergi dari sana dan ibu itu mencarikan taxi dengan harga resmi. Ternyata tidak berhasil!
Akhirnya kami merelakan ibu itu pergi dan kami berusaha sendiri mencari hotel kami yang memang tidak jauh dari pusat kota itu. Mencoba menyetop taxi lagi dan gagal, akhirnya kami memutuskan untuk berjalan kaki di suhu yang hampir mendekati beku itu.
Sepanjang jalan, masih banyak toko buka dan kafe-kafe yang ramai pengunjung. Teman-teman yang cewek pun menyerah dan mencoba mencari taxi ke hotel. Saya dan Andri, teman seperjalanan masih bertahan hingga akhirnya salah seorang teman menjemput kami dengan taxinya.
Ternyata benar, hotel yang telah kami booking di Chengdu tidak jauh dari pusat kota. Hanya sekitar 1 jam berjalan kaki hotel kami, Holly’s Hostel di Wilayah Wuhou itu dapat ditemukan di salah satu gang di seberang Wuhou Memorial Temple.
Holly’s Hostel beralamat di No.246 Wuhouci Dajie, Chengdu, China. Kami menyewa kamar dorm dengan 8 bed dengan harga 56.000 IDR. kami mendapatkan tempat tidur dengan selimut berpenghangat dan tentu saja akses internet cepat untuk mengabarkan kepada keluarga kalau kami sudah sampai China dengan selamat dan semangat. Cuma, seperti di tempat lain di China, bagian toilet hampir selalu menjadi bagian paling jorok di negeri yang sangat indah ini.
Tips dari saya, Jika menggunakan penerbangan Airasia dari Kuala Lumpur, pilihlah hotel yang tidak terlalu jauh dari Renmin Street, Pusat kota dari Chengdu karena akan agak sulit mencapai hotel ketika malam hari.
Saya pun segera mandi di suhu yang mendekati 0 derajat celcius itu dan tertidur pulas di kasur yang dilengkapi dengan selimut berpemanas itu.