Welcome to Chennai, Tamil Nadu
Itulah tulisan yang terpampang besar di Airport begitu pesawat kami mendarat mulus di Chennai. Lima jam saya memegang Boarding Pass bergambar Shahrukh Khan selama di pesawat karena sewaktu-waktu boarding pass ini diminta untuk dilihat apakah benar saya penumpang yang menduduki kursi tersebut. Pesawat kami transit dua kali dari Jaipur, di kota Ahmedabad dan Hyderabad sehingga memerlukan lebih dari 5 jam penerbangan untuk sampai di Chennai.
Membaca info sekilas-sekilas selama beperjalanan di India, Chennai merupakan salah satu kota terbesar di India dan telah mempunyai jaringan transportasi yang lengkap sehingga saya sempat menyimpulkan dengan gembira: “good bye rickshaw!!”.
Rasanya gembira tidak berurusan lagi dengan supir rickshaw yang membawa kami ke tempat souvenir dengan paksa, meminta tambahan biaya dengan alasan tidak bisa bahasa inggris dan bahkan mengatakan saya adalah orang jahat yang tidak membantu supir rickshaw menghidupi keluarganya. Seharusnya stasiun Tirusulam di depan Airport persis dapat membawa kami ke Stasiun besar Egmore di tengah kota dimana hotel kami hanya berjarak sekitar 800 meter dari stasiun tersebut.
Tapi itu kan bayangan saya saja. Kenyataannya kami mendarat di Chennai Airport hampir tengah malam. Itu artinya sudah tidak ada lagi kereta express dalam kota dan malah membawa saya ke hadapan supir taxi yang lebih berdaya ngemplang tinggi. Sekali lagi saya diselamatkan oleh regulasi India yang telah berbaik hati mengatur taxi dengan sistem prepaidnya. Sayapun mengantri di depan loket prepaid dan mendapatkan harga 450 rupee untuk mengantarkan saya ke Mount Road di sebelah utara kota (Airport Chennai ada di sisi selatan kota). Taxi non prepaid meminta bayaran 1000 rupee untuk mengantarkan saya ke tempat yang sama.
Di sepanjang jalan menuju hotel, saya terkagum-kagum oleh Chennai yang maju. Jalan layang dimana-mana dan pembangunan MRT yang membentang dari utara ke selatan seperti sedang dikebut. Ya, Chennai adalah kota terbesar dan termaju di selatan India dimana Sisi Selatan sedang berusaha unjuk gigi pada Sisi Utara India bahwa mereka mampu membangun sendiri wilayahnya.
Pukul 1.30 malam, akhirnya saya mendapatkan hotel yang saya pesan di suatu gang kecil yang sepi. Karena kelelahan, sayapun langsung tertidur pulas dan terbangun cukup siang, pukul 09.15 pagi sesuai alarm di handphone saya. Hari itu menjadi menyenangkan dengan bertemunya kami dengan Mbak Tiar, peneliti kanker dari Jakarta yang telah berada di Chennai seminggu. Iya, seminggu dan beliau sudah tahu betul jalan-jalan disana. Mbak Tiar mengatakan bahwa di Chennai tidak banyak obyek wisata kecuali pantai di tepi kota yang ramai dikunjungi orang. Seminggu lebih kami berada di hawa dingin India utara seperti memaksa kami untuk menghangatkan badan di pinggiran pantai di Chennai. Tapi saya pikir, sudah cukuplah menjadi turis. Saya kok malah pengen sekedar jalan-jalan nge-Mall dan diamini oleh teman seperjalanan saya yang di Chennai hanya ingin sekedar duduk bersantai sembari ngopi (yang ternyata tidak ada kopi khas India seperti yang dibayangkan teman saya itu)
Chennai ternyata dapat dibilang merupakan kota bisnis dan industri. Kami dengan mudah bepergian ke semua tempat menggunakan bus umum dan MRT. Mbak Tiar ini mendengarkan dengan seksama request kami dan mulai menyusun tempat dimana kami harus pergi hari itu. Dan dalam satu jam kemudian, kami sudah tiba di Mal terdekat yang saya lupa namanya. Saya selalu menyempatkan ke Supermarket untuk membeli makanan-makanan khas yang bisa dibawa pulang. Snack macam oreo, lays dengan rasa lokal, bumbu dapur, minuman kaleng yang ‘aneh’ tulisannya, sampai ke coklat-coklatan biasanya saya bawa sebagai souvenir, dan kamipun mendapat banyak tambahan berat bagasi disini.
Setelah ‘selesai’ di pasar modern, kami segera pindah tempat ke pasar tradisional. Dan sayapun sekali lagi takjub melihat ‘keindahan’ India dimana manusia sudah selayaknya menghasilkan sampah dan bumi adalah tempat sampah terbesar (paham maksud saya?). Sebuah pasar super ramai yang hiruk pikuk, Thiragaraya Nagar atau disebut juga T-Nagar berada di depan saya. Pasar ini adalah pasar sentral di Chennai yang mempunyai dua bagian. Pasar malam di pinggiran jalan dan pasar pusat dengan beberapa lorong berisi toko-toko grosir pakaian. Saya takjub dengan murahnya harga-harga disini.
Takterasa waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam dan kamipun kembali kehabisan bus untuk kembali ke hotel kami di Mount Road. Untung kali ini kereta masih berbaik hati menunggu kami, Dan kami pun kembali ke Stasiun Egmore dengan kereta terakhir. Dan saya putuskan malam terakhir itu saya berjalan kaki dari Stasiun Egmore yang hanya berjarak 800 meter 2000meter dari hotel kami (ternyata jauh). Akhirnya, sampai larut malam, pukul 2.00 kami tiba di hotel dan mulai packing karena pesawat kami yang membawa kami ke Kuala Lumpur akan berangkat pukul 8 pagi itu.
Sukses keinginan saya untuk tidak menjadi turis, tidak membawa kamera sepanjang hari itu di Chennai, hanya bergantungan di bus, duduk canggung di kereta, nge-mall dan jalan kaki di tengah sepinya malam.
Pagi tiba, dengan masih terkantuk-kantuk, saya kembali ke stasiun egmore dan naik kereta lokal ke Tirusulam hanya membayar 5 rupee saja. Dan perjalanan saya di India selama 8 hari pun berakhir hari itu.
U shud ve gone to mahabalipuram and pondicherry from chennai
yeah, maybe next visit, i will explore more places. Thankyou for your suggestion 😀
Bro mau nanya kalo oleh-oleh khas India selatan itu apa yaa.. Ini pacar mau ke india mau nitip oleh-oleh tapi bingung mau nitip apa..
kalo untuk oleh2 makanan sih kurang banyak yang bisa dibawa karena kebanyakan makanan basah. tapi kmrn menurutku yng banyak bs dibawa itu kurta, kain sari atau justru bumbu2 masakan india. itu yg pernah ke india pada nitip bumbu2 aneh aneh yang disini banyak ga ada