Dulu, di awal awal kehidupan saya, samar sama masih ingat ketika saya diajak bersampan di Pantai Pangandaran. Melihat koral koral yang banyak ikannya berwarna warni. Saya juga masih ingat berwisata ke obyek wisata Pangandaran itu banyak mitosnya, terutama mitos mengenai cagar alam mungil di ujung semenanjung Pangandaran yang membagi wilayah eksotis ini menjadi Pantai Barat dan Timur Pangandaran. Itu dulu, ketika Pangandaran tidak banyak bedanya dengan tempat tempat sepi terpencil yang indah layaknya di Indonesia bagian Timur, atau mungkin itu efek otak saya yang juga masih sepi tidak penuh dijejali nasib hidup seperti sekarang.
Setelah itu, di tengah tengah kehidupan saya, saya menjumpai Pangandaran sudah jauh lebih ramai. Banyak hotel losmen bermunculan dan jalan-jalannya sudah dipenuhi oleh wisatawan yang ingin menikmati Pantai Pangandaran yang lebih berfasilitas. Masih ingat ketika orang tua saya menyewa bungalow super keren dengan harga 100.000 rupiah saja. Itu tarif peak season yang sangat istimewa kata ibu saya….
Lagi-lagi saya masih diberi kesempatan berkunjung ke Pangandaran setelah pantai ini resmi memisahkan diri dari Kabupaten Ciamis, berdiri sendiri menjadi Kabupaten Pangandaran, mengambil seluruh aset beserta retribusi dan pajak wisata dari kabupaten induknya. Kali ini saya kaget. Pangandaran mulai macet bahkan sebelum gerbang pungutan retribusinya. Deret-deret kendaraan yang ingin menghabiskan weekend yang sebenarnya tidak terlalu ‘long’ ini.
Saya dadah dadah sama masnya sambil pasang muka lempeng. Dan saya (beserta keluarga saya plus juga kendaraannya) tidak dipungut retribusi. Entah berapa retribusinya, sayang sekali saya jadi nggak bisa menginformasikannya pada saudara-saudara sekalian.
Mula mula kami santai, duduk duduk di pinggir pantai makan bekal dari rumah sambil lirik lirik warung seafood yang rame. Dan akhirnya duduk-duduk santainya pindah ke salah satu warung seafood yang ada disana. Agak kaget juga di pusatnya hasil laut, ikan dan sejenisnya dijual dengan harga yang wow menurut saya. Ah, paling tidak sudah tunai juga satu kewajiban ketika berkunjung ke laut: makan seafood.
Jam 11.30 malam kami baru berhasil mendapatkan hotel untuk 6 orang. Itupun setelah dibantu oleh saudara ayah saya dan juga segenap jin yang ada disana. Itupun kami harus membayar 1.7 juta untuk sebuah mini bungalow yang ada di pojokan hotel yang luas itu (dan itu satu satunya kamar yang tersisa malam itu). Ah, sudahlah, lupakan soal hotel….
Paginya setelah sarapan, saya segera ke pantai, ya iyalah itu acara intinya bukan? Kami naek kapal nelayan mengunjungi tempat bertelurnya penyu laut, dan ajaibnya, hari itu kami tidak melihat satu penyupun di tempat yang konon tempat bertelurnya penyu itu.
Setelah melihat tempat (yang konon) menjadi bertelurnya penyu itu kami putar haluan ke pantai tempat snorkeling. Mula-mula kami dijanjikan tiga alat snorkel, tetapi sampai ke tempat tujuan, janji itu menguap satu jadi tinggal dua. Akhirnya karena saya sedang kehabisan krim malam, yang menggunakan fasilitas snorkel ayah dan adik saya.
Sambil menunggu, saya dan ibu saya jalan-jalan ke hutan dan melihat ular terbesar yang saya lihat di alam bebas *siyok*. Hati-hati, di hutan cagar alam itu juga banyak monyet yang kalo kita lengah barang yang kita bawa bakal diserobot kawanan monyet di alam liar itu.
Kunjungan singkat ini sayang sekali harus diakhiri pada saat cek out hotel yang oleh pihak hotel diperbolehkan sampai setengah dua. Setelah itu kami segera melanjutkan perjalanan ke obyek lain yang sedang hitz: cukang taneuh yang lebih dikenal dengan nama green canyon itu.
Dengan adanya pemekaran wilayah ini menurut informasinya agar kawasan wisata ini dapat dikembangkan dengan lebih fokus dan ditata sehingga bukan tidak mungkin akan menjadi obyek wisata pantai yang andalan seperti halnya Bali di masa yang akan datang.
iyalaahh namanya juga Tulus penyanyi ngetop, tinggal dadah-dadah aja gak perlu bayar retribusi 😀
*anaknya istiqomah kalo nge-bully*
(-______-) masih ya tulus tulus…skrg tulus dah ga trkenal lho
Whoaa, pangandaran rame juga ya :O saya malah belum pernah kesana lho~ ;D
haha aku aja ndomblong liatnya. kok bisa serame itu
“Kami naek kapal nelayan mengunjungi tempat bertelurnya penyu laut, dan ajaibnya, hari itu kami tidak melihat satu penyupun di tempat yang konon tempat bertelurnya penyu itu”
Kutipan kalimat ini seperti ironi, tapi saya agak tertawa kecil. Kok bisa ya… Dan gerumbulan manusia menyesaki pesisir pantai :O