Dealing with Stranger

Berkenalan dengan orang asing atau penduduk lokal selalu menyenangkan bagi saya. Mereka membawa serta budaya mereka masing-masing yang mungkin asing bagi kita bahkan aneh jika dipikirkan. Tapi itulah seninya berkelana di negeri asing yang jauh dari rumah. Kesepian akan terhalau jauh dengan menemukan teman-teman bicara yang isi otaknya sangat lain dengan kita.

Seorang bapak setengah tua mula-mula tampak malas ngobrol dengan saya, tetapi kemudian dia nyerocos tiada henti menceritakan kehidupannya dengan aksen swiss-nya yang (maaf) sebenarnya saya kurang mengerti. Kemudian dia-lah yang membawa saya mengenal seorang gadis Belanda: Lissette Zouuw yang kemudian menjadi teman seperjalanan saya di Saigon, saat saya pertama kali menginjakkan kaki di negeri orang sendirian.

Bapak itu ternyata mengajak gadis itu join taxi di Saigon untuk mengantarkan mereka ke Pam Ngu Lhao Street. Tak dinyana gadis itu memberi kode bagi saya yang sudah dilepeh-lepeh oleh bapak itu. Lissette main mata dengan saya! Kenapa? Usut punya usut ternyata dia takut dengan bapak yang menurut saya tampangnya seperti Richard Gere itu.

“Join us…join us…akhirnya dengan gaya exciting yang dibuat-buat, bapak itu mempersilakan saya join taxi ke Pam Ngu Lhao yang kalau sendirian akan spend sekitar 140.000 VND (60.000 IDR yang jumlahnya lumayan bagi saya)

Iya, saya tau bapak itu sebal dan jengkel setengah mati kepada saya yang bakal merusak suasana berduaan di dalam taxi dengan gadis muda itu. Setelah sampai di hotel, bapak itu urung bergabung dengan saya dan Lissette untuk menginap di hostel dengan mata terpejam dan tangan ala ‘talk to my hand’ dengan kata-kata: “Sorry, im not backpacker, i will get the comfort one for me”

Ya iyalaaah…dia cari kamar private untuk menikmati malamnya bersama turis lain atau orang lokal dan have fun semalaman. Benar, di malam berikutnya kami menjumpai bapak itu sudah merangkul gadis lain di pinggir jalan Bui Vien sambil menikmati beer dingin.

Di depan hotel, setelah ditinggalkan bapak Richard Gere tadi, ternyata memang kami satu hostel dan satu kamar….Iya, satu kamar dengan 6 bed namun hanya bakal berisi kami berdua. Setelah kami otomatis berpandangan seperti pasangan yang sedang bertengkar, kami berpaduan suara sambil bilang: “NOOOOO…” dengan tambahan dari Lissette: ” i booked woman dormitory” dan sayapun karena bermaksud menjaga akidah dan keimanan, kemudian ditransfer ke hostel lain yang satu manajemen dan mendapatkan satu keluarga India dalam satu kamar saya yang jika tidur hanya mengenakan cawat dan kutang….aaahh..bye bye Lissette…demi kau, aku menderita… 😦

Kami memang janjian pukul sembilan…dan darah Indonesia yang bergejolak memaksa saya tetap di bantal sampai pukul sembilan kurang sedikit. Kemudian pukul 09.00 tepat, sebuah ketukan di kamar saya membuat saya meloncat dari tempat tidur ke kamar mandi sambil teriak “waiiiit….i am bathing right now”. Nah, pelajaran pertama: jangan ngaret kalau janjian dengan bule.  Sekitar satu jam saya sibuk mengembalikan mood Lissette karena saya terlambat, dan jam-jam selanjutnya saya sibuk mengejar Lissette yang jalannya seperti kuda Sumbawa “You don’t want to walk beside me?” tanya Lissette, dan saya hanya bisa kalem menunjukkan kaki saya yang lecet karena terlalu cepat berjalan dengan sepatu crocs jahanam itu.

Lissette kemudian marah ketika saya mempersingkat waktu tinggal saya di Hochiminh, padahal kami bak pasangan bulan madu sudah berencana ke sana kemari menikmati Ho Chi Minh berduaan…

Lain lagi dengan Long, Long seorang lokal dan satu-satunya yang membalas message saya di couchsurfing ketika saya berkunjung ke Ho Chi Minh untuk ketiga kalinya. Di awal memang baik-baik saja ketika saya berjumpa. Kemudian kejadian yang extraordinary terjadi ketika Long mengajak saya untuk bertemu dengan beberapa wisatawan lain dan beberapa orang lokal turut serta. Tampaknya mereka gay…zzzzzz

Kami main truth or dare, sesuatu yang sudah lamaaa sekali tidak saya mainkan. Dan di permainan itu kemudian saya mendapat jebakan mencium seorang laki-laki belanda yang saya tidak tahu namanya. Untung saya bawa listerine..#eh. Permainan kemudian berlanjut dan beberapa botol beer sudah dihabiskan di meja. Tahu saya muslim, mereka memaklumi ketika saya hanya pesan coca cola diet yang saya minum ketika saya kalah tebakan. Permainan diakhiri ketika kami dihalau oleh sekelompok polisi yang membubarkan kerumunan di Bui Vien saat malam haloween itu.

Di Yangoon, yang merupakan single trip saya, disana saya menjumpai satu, kemudian dua, kemudian lima dan akhirnya sembilan orang teman baru yang kemudian menjadi teman perjalanan saya selama dua hari di kota super panas itu. Ada Mike yang saya kenal pertama kali merupakan orang Kanada tetapi asli Filipina, kemudian scott, yang ini Kanada asli, terus kemudian berdatangan lagi Matthias yang asli Jerman, Mango yang orang Belgia tetapi mempunyai darah Afrika, Jurjen dan tunangannya, Roline yang asli Belanda, Claire, si jutek dari Perancis, Douglas yang asli Belgia, Romy yang orang Inggris dan sedikit ketus,  juga Srin yang pegawai hotel tetapi selalu nimbrung di meja kami. Dua hari saya ikut kawanan itu dan otomatis saya yang berkulit paling eksotik (baca: hitam). Disitu pula saya dipaksa-paksa minum beer pertama saya dan disitu pula saya mengajarkan mereka memakai sarung yang baik dan benar..

Sepulang dari Yangoon, saya kemalaman dan harus menunggu bus di Kuala Lumpur Central. Seseorang duduk di sebelah saya, dan alih alih mengajaknya bicara, saya malah mainan blackberry yang sebenarnya tidak ada sinyalnya. Untung orang di sebelah itu memperkenalkan diri sebagai mahasiswa dari Perlis yang belajar di Kuching. Lima belas menit pertama yang awkward kemudian diikuti dengan curhatan mahasiswa sayap kiri yang menjelek-jelekkan pemerintah Malaysia habis-habisan. Nah, kok ya saya kesetrum kemudian ikut-ikut menjelek-jelekan pemerintah dan tanpa sadar bus pertama menuju bandara sudah datang. Kami mengakhiri pembicaraan dengan kemafhuman bahwa sebagai sama-sama orang Melayu, kami bangsa yang malas dan mudah dipecah belah seperti belanda dan Inggris memecahbelah bangsa kita beberapa ratus tahun yang lalu.

Bantuan selalu datang kepada saya ketika dalam kondisi yang memprihatinkan di negeri lain: tersesat. Neil yang orang Manila saat itu membantu saya mencarikan hotel yang letaknya sangat tersembunyi di tengah bangunan pencakar langit di Makati. Di lain waktu, saya juga sempat menjadi penolong bagi dua orang China yang terlalu lama membeli tiket pulang sehingga mereka hampir kehabisan budget di Indonesia. Saya biarkan mereka menginap di rumah hingga 9 hari dan kamipun masih saling kontak hingga sekarang. Teman selalu didapat dari cara apapun bukan?

Memang membutuhkan feeling atau intuisi untuk membiarkan seseorang asing menyentuh kehidupan kita atau membawa masuk. Tetapi di sebuah perjalanan, saya yakin mereka hanya perlu orang untuk sekedar cup of coffee, atau berjalan berdampingan dan juga bahkan sharing budget.Seorang asing selalu menjadi asing ketika kita tidak menyentuhnya, mengajaknya berbicara, bertukar pikiran dan kemudian menyisakan kenangan hanya ewat berbagi tagging di Facebook, tetapi kenangannya akan terus membekas dan kita mempunyai teman baru di belahan bumi lain yang mungkin akan sampai ajal kita tidak akan pernah bertemu mereka lagi kecuali lewat kenangan menyenangkan yang direkam selama perjalanan kita….

2 responses to “Dealing with Stranger

  1. Seneng yah jalan2 ke luar negeri hehe~
    Saya juga InsyaAllah punya resolusi keliling dunia tahun depan, sambil ngumpulin kemauan juga sekalian nabung. Rencana pengen travelling sebenernya bukan seperti kebanyakan temen2 saya biar eksis, tapi buat nambah wawasan biar bisa buka hati, pikiran dan jiwa agar mudah menerima perbedaan dan biar lebih deket lagi sama yang di atas 😀

    • Nah, setuju sekali dengan kalimat paling bawah dari mbak ini, kalo traveling cuma buat ajang eksis, di perjalanan kita justru ga menikmati perjalanan tp malah cari moment yg paling wah buat difoto dan dipamerin, ayo tularkan mbak kesadaran itu ke sekitar, jadi bangsa kita juga ga akan berperilaku norak di dunia luar hanya karena pengen eksis

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s