Tahun lalu, tepatnya di akhir bulan Maret 2012, saya berkunjung ke Kamboja untuk kedua kalinya. Di penjelajahan Indochina untuk kedua kalinya ini saya sempatkan mampir ke Angkor Wat yang menjadi simbol keagungan bangsa Khmer di masa lalu.Bersama dengan 13 teman saya menyewa satu mobil minivan seharga 140 USD dari Phnom Penh, ibukota Kamboja. Minivan ini berhasil kami tawar dengan harga awal 200 USD dengan servis meliputi jalan-jalan seharian di kota Phnom Penh dan mengantarkan kami menuju hotel di Siem Reap, kota dimana Komplek Angkor berada.
Pukul satu dini hari setelah perjalanan selama tujuh jam dengan teman-teman satu negara yang sangat mengasyikkan ini akhirnya saya tiba di Siem Reap. Kota Siem Reap sangat lengang saat itu. Titik keramaian di Pub Street tidak tampak dari National Route yang menghubungkan Siem Reap dengan Phnom Penh. Hotel yang saya booking sebelumnya terletak di sebelah selatan kota yang dekat dengan night market dan old market dimana jalanan itu lumayan lengang tidak tampak hingar bingar yang tiap malam ada di kota Siem Reap yang merupakan kota pariwisata andalan Kamboja itu.
Sebenarnya ada bus yang menghubungkan Phnom Penh dengan Angkor Wat dengan jarak tempuh sekitar 300 kilometer itu. Saya memperoleh informasi bahwa bus ada sekitar 4 kali sehari dengan harga 7 USD. Ya, di Cambodia walaupun mereka mempunyai uang nasional tetapi dollar masih sangat mudah dipakai. Bahkan minimarket-minimarket di Kamboja masih menggunakan harga dollar di label harganya (dengan harga di mata uang Riil juga tercantum di bawahnya) walaupun pengembalian uang akan dalam bentuk mata uang Riel.
Secara rata-rata, kurs mata uang Riel adalah 2 rupiah untuk tiap rielnya. Untuk Dollar Amerika, 1 USD akan dapat ditukarkan dengan pecahan Riel sebanyak 4200 – 4600 Riel.
Jalanan menuju Siem Reap sangat sepi sekali. Tidak banyak dijumpai mobil atau bus selama perjalanan kami tersebut. Sopir menjelaskan kepada kami bahwa beliau tidak berani mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi karena seringkali ada ternak berupa kerbau, sapi dan kambing dibiarkan tanpa kandang sehingga seringkali melintas di jalan secara tiba-tiba. Betul juga ternyata. Sepanjang jalan saya melihat rambu yang jarang dijumpai atau bahkan tidak dijumpai di tempat lain: Lingkaran merah dengan gambar sapi di tengahnya. Hahahaha….
Hotel yang saya pesan ternyata cukup besar. Dengan empat lantai dan sekitar 50 kamar hotel yang saya pesan juga dilengkapi kolam renang. Mungkin memang perlu kolam renang di Cambodia yang sangat panas ini. Suhu udara tinggi dan lembab membuat kami sangat gerah. Siapkan lotion untuk mencegah kulit kering, air sebanyak-banyaknya, kacamata hitam dan masker untuk mencegah batuk karena debu yang beterbangan kemana-mana.
Malam itu selain check in di lima kamar hotel yang saya pesan, saya juga membooking tuktuk untuk one day service, mengantar saya keliling komplek Angkor yang sangat luas itu. Tuktuk berharga standar 15 USD dan akan menjemput saya jam 4.30 pada pagi hari
Angkor wat, salah satu candi/wat di komplek Angkor terkenal dengan sunrisenya. Matahari yang sangat merah dan cerah akan menyembul diantara lima menara Angkor Wat. Saat yang tepat mengunjungi angkor adalah bulan-bulan di musim panas untuk mencegah hujan yang selalu lebat mengguyur Siem Reap setiap bulan-bulan di akhir tahun hingga awal tahun.
Wah, saking lelahnya perjalanan kami semenjak dari Ho Chi Minh City membuat kami semua tertidur pulas. Hampir saja saya tidak mendengar ketukan pintu dari front office hotel yang dengan baik hati membangunkan kami untuk melihat sunrise di Angkor Wat.
Tuktuk menanti kami di pagi gelap dan dingin itu. Saya hanya cuci muka dan segera membangunkan teman-teman untuk segera menuju komplek Angkor. Perjalanan ke Angkor menembus hutan hingga akhirnya kami tiba di pintu masuk Angkor. Pengunjung diharuskan membeli tiket masuk untuk one day sebesar 20 USD. Cukup mahal juga bagi saya. Selain itu ada pilihan 3 days ticket (yang konon dapat dipakai untuk satu minggu) seharga 40 USD, dan seven days ticket seharga 60 USD yang konon juga dapat dipakai untuk satu bulan entry. Pengunjung akan memperoleh tiket masuk dengan foto muka terprint di tiketnya. Bagus juga untuk souvenir dan kenang-kenangan diri sendiri.
Membaca-baca Siem Reap Angkor visitor guide, buku setebal 160 halaman yang diberikan cuma-cuma itu saya kaget juga bahwa ada 50 lebih komplek candi yang lebih kecil di Angkor. Komplek itu dibangun mulai abad 8 dengan gaya Hindu, kemudian diikuti dengan periode pembangunan besar-besaran di awal tahun 1000 oleh Jayawarman dan Suryawarman yang mengubah dominasi Hindu ke kepercayaan Shiwaisme dan berubah lagi menjadi hindu pada awal abad 11 dan kemudian dipengaruhi oleh Budha selama kurun waktu abad 12.
Angkor sendiri berarti Capital City atau Holy City yang merujuk pada keseluruhan komplek dari Candi Hindu dan Budha itu
Angkor Wat adalah tujuan pertama saya. Supir tuktuk sudah tahu mana yang harus dikunjungi terlebih dahulu. Candi di depan pintu masuk utama itu mulai tampak remang-remang setelah tuktuk melaju santai diantara hutan lebat yang masih terjaga kerimbunannya. Saat itu masih pukul 5 lewat sehingga komplek Angkor masih belum tersinari matahari pagi itu.
Melewati danau yang mengelilingi gerbang Angkor Wat matahari sedikit demi sedikit menyembul diantara lima menara di Angkor Wat. Saya segera bergabung dengan kerumunan turis yang memadati bagian dalam komplek Angkor Wat. Indahnya….
Setelah matahari bersinar cerah saya dan seluruh komplek angkor wat terjelajahi hingga gerbang belakang, saya memanggil supir tuktuk untuk melanjutkan perjalanan ke Bayon Temple. Bayon yang dikenal sebagai candi seribu muka itu memang mempunyai banyak sekali pahatan muka-muka di sepanjang dinding dan menara-menara. Komplek bayon di sebelah barat itu menjadi komplek terbesar dengan beberapa candi besar termasuk Terrace of the Elepanth dimana pahatan gajah membentang sepanjang beberapa puluh meter di samping Bayon temple.
Supir tuktuk menyarankan saya mengelilingi bayon di Komplek Angkor Thom dengan berjalan kaki. Wah, panas Cambodia benar benar terasa menyengat. Seluruh baju mulai basah keringat dan saya tidak membawa air mineral untuk mencegah dehidrasi. Beberapa candi yang indah terletak di Komplek Angkor Thom ini. Royal Palace area, North Kleang, dan Terrace of the Elepanth dapat menjadi obyek foto yang menarik.
Terakhir saya kunjungi Ta Phrom Temple setelah matahari semakin tinggi. Wah, memang salah tidak membawa air mineral atau makanan kecil disini. Matahari yang terik bersinar di atas kepala membuat saya tidak bisa sepenuhnya menikmati keindahan Komplek Angkor ini.
Ta Phrom merupakan candi yang dibangun di pertengahan abad 12 oleh Jayawarman VII. Keindahan Ta Phrom hampir tidak bisa disamakan dengan komplek-komplek candi besar yang lain. Akar pohon yang melilit-lilit batuan candi menjadi ciri khas dan keeksotikan candi budha ini. Di film Tomb Raider kita dapat melihat acting Angelina Jolie beraksi diantara koridor-koridor batu yang sudah hampir kolaps karena dimakan usia. Jika pemerintah Cambodia tidak melestarikan komplek ini, bukan tidak mungkin satu atau dua abad lagi Angkor akan sepenuhnya runtuh menjadi tumpukan batuan yang tidak dapat dikenali lagi.
Pukul satu saat matahari sedang panas-panasnya saya rasa sudah cukup menjelajah Komplek Angkor ini. Saya urung melihat matahari tenggelam disini karena terasa lapar dan haus. Saya beristirahat sebentar di belakang komplek Ta Phrom dimana banyak sekali penjual souvenir-souvenir dan minuman dingin disini.
Tuktuk kembali melaju pelan melewati gerbang keluar dan sayapun meninggalkan komplek Angkor di tengah kerimbunan hutan Siem Reap itu untuk kembali ke hotel dan beristirahat.
Berapa kilometer jarak kota siem rieap ke angkor wat?trims
sekitar 2 kilometer ke gerbang Angkor Wat